Selasa, 22 Maret 2011

2.Bela Negara Dalam Bahasa Budaya Salah Satu Wadah Wawasan Kebangsaan

Dalam kontek Indonesia pada tahun-tahun terakhir ini telah terjadi berbagai peristiwa politik dan kebudayaan yang pengaruhnya cukup signifikan dalam wawasan kebangsaan. Konsep wawasan kebangsaan telah mengalami banyak perubahan, lebih dari itu berbagai perkembangan dalam bidang sains, demografi dan peradaban telah mengantarkan lahirnya masyarakat global yang ditandai oleh pluralisme budaya serta menguatkan hubungan interdepensi dalam berbagai aspek kehidupan.

Memasuki abad-21 kita akan mengalami kehidupan yang cukup perbedaannya dari masa sebelumnya. Karena kita akan menghadapi sekurang-kurangnya tiga tantangan utama (Sayidiman Suryohadiprojo dalam Simposium Futourologi) yakni :

1. Keharusan Indonesia untuk mampu mengikuti dinamika dan kemajuan bangsa lain di wilayah Asia Pasifik, pada hal bangsa-bangsa ini sedang dalam perkembangan yang amat dinamis.

2. Kemampuan untuk mengambil manfaat sebaik-baiknya dari potensi kekayaan alam yang terdapat di wilayah nasional bagi kepentingan rakyat Indonesia umumnya.

3. Pertambahan penduduk yang terus berjalan dengan cukup deras, salah satu akibat dari pertambahan penduduk itu adalah peningkatan angkatan kerja yang besar.

Ketiga tantangan tersebut ada hubungannya satu sama lain dan saling mempengaruhi. Ketidak mampuan Indonesia untuk mengikuti dinamika dan kemajuan bangsa lain akan berpengaruh amat besar kepada kondisi dalam negerinya dan hubungannya dengan bangsa lain yang lebih mampu dan dinamis akan mengambil manfaatnya. Akibatnya bahwa kita harus hidup dalam alam yang rusak bahkan akan mengalami sejarah penjajahan kembali, sekalipun dalam bentuk lain.

Ketidakmampuan untuk mengimbangi peningkatan angkatan kerja dengan penciptaan kesempatan kerja, kita dihadapkan pada pengangguran yang tidak kecil. Gejolak sosial ini akan mempengaruhi keadaan politik dan keamanan.

Kesadaran

Kesadaran berbangsa dan bernegara sesuai dengan perkembangan bangsa mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak akan selalu positif. Bisa saja pada suatu masa kesadaran tersebut tidak seutuh dengan masa sebelumnya.

Bermacam-macam hal yang dapat berpengaruh terhadap kesadaran berbangsa dan bernegara. Berbagai faktor dalam negeri seperti dinamika kehidupan warga negara, telah ikut memberi warna terhadap kesadaran berbangsa dan bernegara tersebut. Demikian pula perkembangan dan dinamika kehidupan bangsa-bangsa lain di berbagai belahan dunia, tentu berpengaruh pula terhadap kesadaran itu. Salah satu faktor yang amat berpengaruh adalah perkembangan dan temuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Faktor tersebut membuat dunia semakin “telanjang” dalam arti semakin terbuka dan terlihat oleh semua bangsa-bangsa di dunia. Hal ini selanjutnya menimbulkan suasana saling mempengaruhi juga menyentuh kesadaran berbangsa dan bernegara.

Semangat hidup membangsa

Sebagai bangsa yang relatif muda yang harus berjuang dengan berbagai masalah kebutuhan primer ekonomi, sosial budaya dan politik yang mengancam eksistensi bangsa Indonesia.

Ideologi kebangsaan dan cita-cita untuk merdeka dari cengkeraman imperialis yang pernah menyatukan dan menggerakkan seluruh rakyat Indonesia sekarang memerlukan redefinisi dan reartikulasi karena secara politis kita telah merdeka. Namun wawasan kebangsaan (Nation hood) dan kemanusiaan tergeser oleh agenda kepentingan ideologi kelompok.

Semangat persatuan dan kesatuan yang dijiwai oleh Pancasila adalah nilai Normatif yang telah diperjuangkan melalui Nation and character building oleh pendiri bangsa. Proses itu harus kita lanjutkan dan kembangkan serta tidak boleh terhenti sejak kita memutuskan membangun negara kesatuan Republik Indonesia merdeka dengan tonggak-tonggak sejarah Boedi Utomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), dan Proklamasi Kemerdekaan RI (17 Agustus 1945).

Bahwa dengan perubahan tata nilai dalam masyarakat akibat dari proses perubahan yang tidak pernah terhenti baik secara struktural sosial maupun kultural, maka nilai-nilai kebangsaan yang telah menjadi kesepakatan nasional dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. 17 Agustus 1945 kiranya masih sangat relevan dalam upaya mempertahankan keutuhan bangsa dari ancaman disitegrasi yang mengancam persatuan bangsa.

Bung Karno pernah mengajukan plaform pertama dan utama yaitu :

(1) Tekad untuk hidup bersama
(2) Membentuk satu bangsa berdasarkan kesamaan ciri oleh sebab bersamaan nasib
(3) Secara geopolitik tanah air Indonesia adalah suatu negara bangsa (nation state).

Untuk itu kiranya sangat perlu dan mendesak guna mencegah kerawanan ini, maka sangat perlu diteruskan pola pembinaan kesatuan bangsa melalui kesadaran bela negara. Alex Suseno, mengungkapkan bahwa komitmen hidup membangsa merupakan sinyalemen yang harus dijawab dengan adanya terobosan budaya. Suatu terobosan dengan paradigma sosial baru yang menggunakan bela negara dalam bahasa budaya. Agar generasi Panca 45 dapat tampil dengan suatu prakarsa yang unik tapi orisional, unik karena memberi jalan keluar, orisional karena berakar pada budaya sendiri.

Secara konstitusional Pasal 27 (3) dalam amandemen kedua menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara” dan Pasal 32 (1) amandemen keempat menyebutkan “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.

Kedua Pasal di atas disinergikan sebagai interpretasi kritis, sehingga muncul statemen “Kebudayaan nasional Indonesia yang berintikan kesadaran hak bela negara” yang disingkat dengan Budaya Hak Bela Negara (BBNI).

Budaya bela negara

Masih ada persepsi bahwa bela negara adalah tugas TNI dan POLRI, sedangkan pengertian bela negara merupakan tekad, sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh rasa kecintaan kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD ’45 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Dengan demikian perlu upaya sosialisasi kepada masyarakat luas.

Bela negara merupakan kegiatan yang dilahirkan oleh setiap warga negara sebagai penunaian hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pertahanan negara. Mengutip Muhammad Azhar, bahwa bela negara seperti membela tanah air (bersifat geografis), mencintai tanah air (bersifat psikologis), stabilitas negara (bersifat security) dan loyalitas terhadap bangsa dan negara (bersifat dedikatif).

Pembudayaan bela negara dangan memberikan pengertian, pemahaman mengenai bela negara agar menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Bela Negara diperdayakan sebagai pemberian kekuatan dan daya kemampuan kepada masyarakat untuk dapat melaksanakan bela negara. Masyarakat yang mempunyai kemampuan bela negara adalah memiliki kemampuan kesadaran melaksanakan hak dan kewajiban dalam berbagai kegiatan sebagai makhluk sosial dan sebagai warga negara. Pemberdayaan ini tentu saja diimbangi dengan keteladanan sikap moral dan rasa kebanggaan nasional.

Gandi misalnya, menjadi seorang besar oleh karena ia mempunyai kepercayaan yang kuat tentang arti hidup bangsanya, sehingga menciptakan pikiran, perbuatan dan cita-cita untuk perjuangan bagi bangsanya.

Agenda budaya bela negara sesungguhnya merupakan agenda seluruh bangsa. Penanaman semangat bela negara merupakan suatu proses perubahan perilaku sesuai dengan pranata sosial maka perlu dilakukan pembinaan yang berkesinambungan. Dalam proses budaya bela negara hendaknya memperhatikan generasi muda sehingga proses pembudayaan tumbuh dengan baik, karena kaum muda merupakan pelaku budaya pada masa mendatang.

Peradaban

Telah kita sepakati bahwa budaya adalah hasil budidaya manusia yang dikaruniai Tuhan dengan kemampuan cipta rasa dan karsa. Berbicara tentang budaya (kebudayaan) tidak dapat lepas dari peradaban. Peradaban atau “Civilization” yang diartikan sebagai pertumbuhan manusia dalam penguasaan pengetahuan dan kecakapan yang mendorongnya untuk mencapai perilaku yang lebih luhur.

Budaya nasionalisme merupakan produk peradaban umat manusia. Kehidupan yang beradab adalah kehidupan yang hanya terdapat di dalam kehidupan manusia yang tidak terjadi dengan sendirinya. Peradaban harus didesain dengan kesadaran, kesengajaan, kebersamaan dan komitmen yang didasarkan atas nilai-nilai luhur.

Bahwa Indonesia sebenarnya memiliki semua syarat dan sifat untuk tidak bersatu. Namun demikian kesatuan dapat diwujudkan. Hal itu karena sebuah keberhasilan perjuangan. Selama lebih dari setengah abad sejak kemerdekaan, yang kita kenal hanya satu bangsa, satu idiologi. Sejak itulah manusia Indonesia dapat hidup lebih tinggi sebagai sebuah kesatuan bangsa, terlihat oleh peradaban yang dilandasi dengan nilai-nilai sepiritual, moral dan idiologis.

Wawasan kebangsaan

Bagaimanakah mengenai konsep wawasan kebangsaan serta langkah apa yang harus kita lakukan? Francis Fukuyama (pada Komaruddin Hidayat dalam Seminar Reorientasi Wawasan Kebangsaan di era demokrasi, 2001) menyebutkan bahwa kita perlu membangun dan memelihara apa yang disebut dengan “social capital” yang positif untuk pengembangan bangsa ini. Social Capital yang dimaksud adalah nilai-nilai tradisi dan cita-cita social yang telah tumbuh yang kita sepakati sangat positif nilainya untuk masa depan bangsa dan asset pengembangan peradaban sebuah bangsa.

Mengingat wawasan kebangsaan bermuatan nilai-nilai dan cara pandang terhadap dunia sekelilingnya, sesungguhnya kita telah memiliki “social capital” yang amat berharga yang terdapat pada budaya dan agama.

Guna mendukung pengembangan budaya dan agama tadi seyogyanya diberi format atau bingkai institusi yang mendukungnya dalam kontek kemoderenan. Sehingga khasanah ajaran etika dan agama dari berbagai daerah yang begitu mulia memperoleh wadah dan pengembangan dalam sebuah sistim politik yang demokratis dan accountable.

Dengan demikian, apa yang pernah dikemukakan oleh Alex Suseno bahwa budaya bela negara muaranya nanti pada kualitas manusia Indonesia yang patriotik religius dan religius patriotik.

1 komentar: